Kamis, 18 Februari 2016

WISATA GUNUNG MURIA KUDUS

WISATA GUNUNG MURIA KUDUS



    Obyek Wisata Colo Kudus terletak sekitar 18 Km ke arah utara dari pusat kota Kudus, tepatnya di kawasan Pegunungan Muria, Desa Colo Kecamatan Dawe Kudus.

Ciri khas

    Pegunungan Muria, dengan ketinggian ± 1.602 m dpl (di atas permukaan air laut); merupakan kawasan dataran tinggi yang terdiri dari beberapa perbukitan atau pegunungan, antara lain :
  • Pegunungan Argo Jembangan
  • Pegunungan Argo Piloso
  • Pegunungan Rahtawu
  • Perbukitan Pasar
  • Perbukitan Ringgit
    Di Obyek Wisata Colo, pengunjung/wisatawan dapat menikmati panorama alam pegunungan yang indah mempesona dengan udara yang bersih dan sejuk, sehingga selain sebagai lokasi rekreasi dan tempat tujuan berziarah ke Sunan Muria, Colo juga sering dimanfaatkan sebagai lokasi penyuluhan, pembinaan, konvensi, diklat (pendidikan dan
pelatihan); rapat-rapat (raker, rakor, dll) yang termasuk kegiatan wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang diadakan di Convention Hall Pesanggrahan Colo.
Di kawasan Obyek Wisata Colo terdapat beberapa tempat wisata yang menarik, yaitu :

  • Air Terjun Monthel
    Air terjun dengan ketinggian ± 25 meter ini, dari Pesanggrahan Colo atau dari Masjid dan Makam Sunan Muria, dapat dicapai dengan berjalan kaki selama ± 30 menit menyusuri jalan setapak di tengah-tengah kebun kopi sambil menikmati udara yang segar dan sejuk serta panorama alam pegunungan yang asri dan indah, juga sambil menikmati alunan irama musik alam dari bunyi gemericik air terjun yang jatuh di bebatuan yang diselingi bunyi-bunyian satwa liar khas pegunungan dan kicauan burung-burung. Di air terjun Monthel, pengunjung dapat mandi atau bermain-main air menikmati sejuk dan segarnya air G. Muria.

 
  • Makam Sunan Muria

    Makam Sunan Muria (Syeh R. Umar Sa’id, salah satu dari Wali Songo / Wali Sembilan) menyatu dengan Masjid Sunan Muria terletak di salah satu puncak G. Muria. Makam Sunan Muria dapat dicapai dengan berjalan kaki melewati ± 700 trap/tangga/undak-undakan dari pintu gerbang di dekat lokasi parkir mobil/bus; atau dapat juga dicapai dengan naik sepeda motor ojek.
Makam Sunan Muria menjadi salah satu tujuan Wisata Ziarah. Makam ini sangat ramai dikunjungi peziarah yang berasal dari berbagai daerah, terutama pada saat Upacara “Buka Luwur” yang diselenggarakan setiap tanggal 6 Muharrom/Syuro. Dalam Upacara Buka Luwur ini, para peziarah berusaha mendapatkan “Luwur” (bekas kain penutup makam) yang konon dipercaya dapat membawa keberuntungan.

  • Wisata Alam “Rejenu”
    Kawasan Wisata Alam / Eko Wisata (Ecotourism) “Rejenu”, dengan ketinggian ± 1.150 m dpl., terletak di Pegunungan Argo Jembangan G. Muria, berjarak ± 3 Km dari Pesanggrahan Colo. Di kawasan Eko Wisata “Rejenu”, pengunjung/wisatawan dapat menyaksikan dan mengamati keanekaragaman hayati yang tumbuh alami, yakni berbagai jenis tumbuhan pegunungan. Selain itu, dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak, pengunjung juga dapat menikmati panorama alam pegunungan yang menghijau segar karena dedaunan perkebunan kopi, lebatnya tanaman pakis Muria, dan palem pegunungan. Merdunya suara kicauan burung-burung dan bunyi-bunyian berbagai jenis satwa khas pegunungan akan menambah daya pikat bagi pengunjung.
Di samping menikmati panorama alam pegunungan, pengunjung di kawasan Eko Wisata “Rejenu” juga dapat berkunjung ke obyek wisata lain yang berada di kawasan ini, antara lain :
    • Makam Syeh Sadzali

    Menurut masyarakat setempat, Syeh Sadzali adalah murid / santri Sunan Muria yang sangat setia mendampingi dan membantu Sunan Muria dalam menyebarluaskan agama Islam. Oleh karena itu nama harum Syeh Syadzali senantiasa dihormati oleh masyarakat dan makamnya tidak pernah sepi dari para peziarah.



 
    • Sumber Air Tiga Rasa
    Di kawasan wisata “Rejenu” terdapat mata air / sumber air yang memiliki 3 rasa. Masyarakat setempat percaya bahwa ketiga jenis rasa air ini mempunyai khasiat yang berbeda jika diminum.
      • Sumber Air Pertama :
mempunyai rasa tawar-tawar masam (Jawa : anyep-anyep asem/kecut) yang bekhasiat dapat mengobati berbagai penyakit.
      • Sumber Air Kedua :
    mempunyai rasa yang mirip dengan minuman ringan bersoda seperti “Sprite” yang bekhasiat dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.
      • Sumber Air Ketiga :
    mempunyai rasa mirip minuman keras “tuak / arak” yang bekhasiat dapat memperlancar rezeki jika bekerja keras untuk mendapatkannya.
Ketiga jenis air tersebut jika dicampur menjadi satu, rasanya menjadi air tawar.

    • Air Terjun Gonggomino
    Di kawasan wisata “Rejenu” terdapat Air Terjun “Gonggomino” yang merupakan air terjun kedua selain Air Terjun “Monthel”. Air Terjun Gonggomino dapat dicapai dengan menyusuri sebuah sungai yang terdapat di kawasan Rejenu.
·         








 Bumi Perkemahan dan Wana Wisata “Kajar”
    

    Obyek wisata ini terletak di kawasan hutan pinus, berjarak ± 3 Km ke arah selatan dari Obyek Wisata Colo, tepatnya di Desa Kajar Kecamatan Dawe Kudus. Dengan ketinggian ± 600 m dpl, kawasan Kajar merupakan lokasi yang tepat untuk kegiatan camping and hiking (perkemahan dan jelajah medan / lintas alam); baik bagi pelajar, pramuka, maupun remaja pada umumnya.
·         













 Taqim Arts Studio 


    Studio, sanggar dan gallery seni milik seniman Mustaqim ini terletak ± 0,5 Km di sebelah utara dari Bumi Perkemahan dan Wana Wisata Kajar. Dalam jangka panjang,Taqim Arts Studio berupaya melibatkan masyarakat Desa Kajar untuk bersama-sama menjadikan Desa Kajar sebagai “Desa Seni”.

fasilitas

    Di kawasan wisata Colo tersedia berbagai fasilitas, yaitu : Pesanggrahan Colo (sebagai tempat peristirahatan, penginapan, dan ruang berbagai jenis pertemuan / convention hall); lahan parkir mobil dan bus, musholla, warung makan, kios cindera mata dan makanan khas Colo, dan MCK yang dikelola masyarakat setempat.
Di kawasan wisata Colo, para pengunjung dapat menikmati makanan khas Colo, yaitu Nasi Pecel Pakis – Ayam Bakar dan buah Parijoto. Sedangkan cinderamata khas Colo adalah Tongkat Colo dan Kayu pengusir tikus.


SEJARAH MENARA KUDUS

SEJARAH MENARA KUDUS

Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Aqsa dan Masjid Al Manar) adalah sebuah mesjid  yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi  atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupateen  Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara  yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam  dengan budaya Hindu.     
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus  sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha. Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini.

       Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab. Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jata yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil).

         Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.

         Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu