Kamis, 23 Oktober 2014

Baitul maal wattamwil (bmt)


BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)
Makalah
Disusun  Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Supriyadi



Disusun Oleh :

Anifatur Rosyidah      ( 212113)
Khoirul Yusuf             (212133)
Solihatin Nafi’ah         (212)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM  NEGERI (STAIN) KUDUS JURUSAN SYARI’AH/PRODI EKONOMI SYARI’AH
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia menunjukkan perkembangan dan keberhasilan yang nyata. Banyak sektor – sektor lembaga lembaga keuangan yang terwujud dalam konsep Islam yaitu lembaga keuangan syari’ah. Seiring berkembangnya perbankan syari’ah di Indonesia, berkembang pula lembaga keuangan mikro syari’ah dengan sarana pendukung yang lebih lengkap. Ketersediaan infrastruktur baik berupa peraturan menteri, keputusan menteri, SOP, SOM, IT, Jaringan dan Asosiasi serta perhatian perbankan khususnya perbankan syari’ah mempermudah masyarakat mendirikan BMT. Belajar dari 15 tahun perkembangan BMT, ternyata BMT yang gugur dan BMT yang tumbuh pesat sangat dipengaruhi oleh SDM, modal kerja, system. SDM sebagai poin pertma menjadi pondasi utama BMT. Apabila BMT berisi SDM yang memiliki integritas tinggi, capable dibidangnya, semangat kerja dan kinjerja yang baik maka BMT akan bergerak dan tumbuh dengan dinamis. Namun pergerakan dan pertumbuhanya akan terhambat ketika modal kerja yang dimiliki tidak memadai.
Untuk itu perlu kiranya kita membahas tentang pengertian BMT sampai tata cara pendirian BMT. Untuk itu ada beberapa permasalahan yang dapat kita bahas dalam makalah ini.[1]

B.     Rumusan Masalah 
1.      Apa pengertian Baitul Maal Wattamwil (BMT) ?
2.      Apa dasar-dasar Baitul maal Wattamwil (BMT) ?
3.      Bagaimana tata cara pendirian Baitul maal Wattamwil (BMT) ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian BMT
Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal  lebih lebih mengarah pada usaha – usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti: zakat, infaq,  shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha – usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syari’ah.[2]
            Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil. Dalam prakteknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada giliranya BMT menetaskan usaha kecil.[3] Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat di mana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.
            Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan system syari’ah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip – prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syari’ah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba cukup – ilmu pengetahuan atau materi – maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

B.     Dasar-dasar (BMT)
            BMT didirikan dalam bentuk KSM ( Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).
Berkenaan dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam petunjuk Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 maret 1995 yang menetapkan bahwa bila di suatu wilayah di mana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan baik dan organisasinya telah teratur dengan baik, maka BMT bisa menjadi Unit Usaha Otonom (U2O) atau Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu belum berjalan dengan baik, maka KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai BMT.
 Penggunaan badan hukum KSM dan Koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang-undang, pihak yang berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Jadi BMT[4] adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha proktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegitan ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
C.    Mendirikan BMT[5]
1.      Modal Pendirian BMT
      BMT dapat didirikan dengan modal awal sebesar Rp. 20.000.000; (dua puluh juta rupiah) atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp. 10.000.000; (sepuluh juta rupiah) bahkan Rp. 5.000.000; ( lima juta rupiah). Modal awal ini dapat berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIZ setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri antara 20 samapi 44 orang. Jumlah batasan 20 sampai 44 anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.
2.      Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk kelompok Swadaya Masyarakat atau Koperasi.
1)      KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan mendapat Surat Keterangan Operasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
2)      Koperasi serba usaha atau koperasi syari’ah.
3)      Koperasi simpan pinjam syari’ah (KSP Syari’ah)
3.       Tahap Pendirian BMT
      Adapun tahap – tahap yang perlu dilakukan dalam pendirian BMT adalah sebagai berikut:
1)      Pemrakarsa membentuk panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) di lokasi tertentu, seperti masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan atau lainya.
2)      P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp5.000.000; sampai Rp.10.000.000; atau lebih besar mencapai Rp.20.000.000; untuk segera memulai langkah operasional. Modal awal ini dapat berasal perorangan, lembaga, yayasan, BAZIZ, Pemda atau sumber – sumber lainya.
3)      Atau langsung mencari pemodal – pemodal pendiri dari sekitar 20 sampai 44 orang di kawasan itu utnuk mendapatkan dana urunan hingga mencapai jumlah Rp.20.000.00; atau minimal Rp.5.000.000;.
4)      Jika calaon pemodal telah ada maka dipilih pengurus yang ramping (3 samapai 5 0rang) yang akan mewakili pendiri dalam mengerahkan kebijakan BMT.
5)      Melatih 3 calon pengelola (minimal pendidikan D3 dan lebih baik S1) dengan menghubungi Pusdiklat PINBUK Propinsi atau Kab/Kota.
6)      Melaksanakan persiapan – persiapan sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan.
7)      Menjalankan bisnis operasi BMT secara professional dan sehat.











BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Pengertian BMT
      Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal  lebih lebih mengarah pada usaha – usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti: zakat, infaq,  shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha – usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syari’ah
2.      Dasar-dasar (BMT)
            BMT didirikan dalam bentuk KSM ( Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).
3.      Mendirikan BMT
a.      Modal Pendirian BMT
b.     Badan Hukum BMT
c.      Tahap Pendirian BMT




DAFTAR PUSTAKA
Heri Sudarsono, Bank dn Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Eknosia UII, Yogyakarta, 2004.
Azis, Abdul, dan Mariyah, ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer Bandung: Alfabeta, 2010
            M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial – Ekonomi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.



[1] http://royanmakalah.blogspot.com/2013/01/bmt.html?m=1
[2] Heri Sudarsono, Bank dn Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Eknosia UII, Yogyakarta, 2004, hlm 96.
[3] M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial – Ekonomi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm 431
[4] Abdul, aziz dan Mariyah, ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer (Bandung: Alfabeta,2010),h. 115 
[5] Heri Sudarsono, Op.Cit, hlm.105 - 106

Selasa, 07 Oktober 2014

Rumusan masalah faktor produksi



A.     
Produksi adalah bagian terpenting dari ekonomi Islam bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu dari rukun ekonomi disamping konsumsi, distribusi, redistribusi, infak dan sedekah. Karena produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfa’atkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi dapat dilakukan dengan manusia secara sendiri. Artinya seseorang memproduksi barang/jasa kemudian dia mengonsumsinya. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan beragamnya kebutuhan konsumsi serta keterbatasan sumber daya yang ada (kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, akan tetapi membutuhkan orang lain untuk menghasilkannya. Oleh karena itu kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh pihak-pihak yang berbeda. Dan untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktifitas lahirlah istilah spesialisasi produksi, diversifikasi produksi dan penggunaan tehnologi produksi. Dalam Kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, saw. konsep produksi barang dan jasa dideskripsikan dengan istilah-istilah yang lebih dalam dan lebih luas. Al-Qur’an menekankan manfa’at dari barang yang diproduksi. Memproduski suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia,
Oleh karena itu, konsep produksi yang dianggap sebagai kerja produktif dalam Islam adalah proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang sangat dibutuhkan manusia. Maka dalam hal ini, prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi adalah prinsip tercapainya kesejahteraan ekonomi.[1]


[1] Eko Suprayitno, “Ekonomi Mikro Perspektif Islam”, UIN-Malang Press, Cet. I 2008, Malang

Senin, 12 Mei 2014

pengambilan keputusan dan proses pembelian konsumen



PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN PROSES PEMBELIAN KONSUMEN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Perilaku Konsumen
Dosen Pengampu : Supriyono, S.Pd.,M.M



     Disusun Oleh :
Siti Mardliyah             212105
Cholifatul Rizki          212114
M. Khoirul Yusuf       212133
Dwi Setiyani               212135


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / EKONOMI SYARI’AH
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perilaku konsumen di zaman sekarang cenderung berubah-ubah. Tentunya hal ini juga tidak lepas dari kemajuan ekonomi di negara-negara Asia, yang memberi dampak pada peningkatan pendapatan individual, sehingga konsumen di zaman sekarang lebih berorientasi pada nilai suatu produk dari pada harganya.Konsumen rela untuk membelanjakan uang lebih dengan tujuan mendapatkan pelayanan yang baik, yang tentunya memberi nilai kepuasan kepada konsumen.
Menurut Sumarwan (2003), segencar apapun persaingan yang ada di pasar, konsumen tetaplah sebagai penentu dalam membuat keputusan pembelian. Pilihan-pilihan produk yang ditawarkan tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi pengambilan keputusan membeli bagi konsumen. Pasar hanya menyediakan berbagai pilihan produk dan merek yang bermacam-macam. Namun pada akhirnya, konsumen yang memiliki hak untuk bebas memilih apa dan bagaimana produk yang nantinya akan mereka konsumsi.Dalam membeli dan mengkonsumsi sesuatu, konsumen terlebih dahulu membuat keputusan mengenai produk apa yang dibutuhkan. Dengan kata lain diperlukan suatu proses pengambilan keputusan untuk membeli sesuatu baik barang atau jasa. Pengambilan keputusan yang diambil oleh seseorang dapat disebut sebagai pemecahan masalah. Pada tahap berikutnya, pembelian dinyatakan dalam tindakan. Pada akhirnya produk yang telah dibeli akan digunakan dan konsumen melakukan evaluasi ulang mengenai keputusan yang telah diambilnya.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pengambilan keputusan konsumen ?
2.      Apa saja langkah- langkah dari keputusan konsumen ?
3.      Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi pencarian informasi ?
4.      Bagaimana proses pembelian konsumen ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengambilan Keputusan Konsumen
Pengambilan keputusan konsumen dapat didefinisikan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternative. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif.[2]
Bila ditinjau dari alternatif yang harus dicari, sebetulnya dalam proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan pemecahan masalah. Masalah itu timbul dari kebutuhan yang dirasakan dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan itu dengan konsumsi produk atau jasa yang sesuai. Pemecahan masalah ini memiliki tiga tingkatan, yaitu:
a.       Pemecahan masalah yang mensyaratkan respons yang rutin.
Keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk mencari informasi dan menentukan alternatif.
b.      Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit
Keputusan untuk memecahkan masalah dalam hal ini sangat sederhana. Jalan pintas yang menjadi ciri khas pemecahan masalah ini menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidak adanya informasi.
c.       Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan.
Dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relatif lengkap untuk membentuk kriteria evaluasi.[3]
B.     Langkah-Langkah Keputusan Konsumen
1.      Pengenalan Kebutuhan
  Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi  masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.
2.      Waktu
Waktu juga akan mendorong pengenalan kebutuhan konsumen.
3.      Perubahan Situasi
Perubahan situasi juga akan menyebabkan konsumen aktif dalam memenuhi kebutuhannya.
4.      Pemilikan Produk
Ketika konsumen memiliki sebuah produk, maka sering kali memunculkan kebutuhan untuk memiliki produk yang lain.
5.      Konsumsi produk
Habisnya persediaan makanan konsumen, seringkali mendorongnya untuk segera melakukan pembelian kembali untuk konsumsi berikutnya.
6.      Perbedaan Individu
Konsumen melakukan pembelian karena konsumen merasakan keadaan yang sesungguhnya (actual state) bahwa produk lamanya tidak berfungsi dengan baik.
7.      Pengaruh Komunikasi Pemasaran
Program komunikasi pemasaran akan mempengaruhi konsumen untuk menyadari akan kebutuhannya.
C.     Faktor- faktor yang mempengaruhi pencarian informasi
Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk.
Pencarian informasi ada dua, yaitu :
1.      Pencarian internal
langkah pertama yang dilakukan konsumen adalah berusaha mengingat semua produk dan merek. Konsumen akan mendapatkan beberapa produk dan merek yang sangat dikenalnya, namun konsumen juga akan mengingat beberapa produk dan merek tapi tidak dikenalnya secara baik. Produk dan merek yang diingat akan  muncul dari memori jangka panjangnya.
Langkah kedua, konsumen akan terfokus pada produk dan merek yang sangat dikenalnya. Ia akan membagi produk yang dikenanya menjadi tiga kategori. Pertama adalah kelompok yang dipertimbangkan. Kedua adalah kelompok yang tidak berbeda. Ketiga adalah kelompok yang ditolak.
2.      Pencarian eksternal
Pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek dari lingkungan eksternal konsumen. Pada tahap ini, aktibitas konsumen adalah bertanya kepada teman, saudara. Konsumen akan membaca kemasan, surat kabar, dan majalah.
Pencarian informasi ekaternal akan dibedakan kedalam beberapa dimensi, yaitu :
a.       Besarnya pencarian adalah seberapa banyak informasi yang dicari konsumen.
b.      Arah pencarian adalah kegiatan konsumen dalam memilih merek, toko, atribut, dan sumber informasi.
c.       Urutan pencarian adalah bagaimana konsumen melakukan langkah- langkah kegiatan pencarian.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pencarian informasi
a.       Teori ekonomi informasi
menyatakan bahawa konsumen akan mencari informasi jika manfaat marjinal yang diperoleh dari informasi melebihi biaya marjinal dari pencarian informasi tersebut. Komsumen akan terus mencari informasi sepanjang ia akan memperoleh tambahan manfaat yang lebih besar dibanding tambahan biaya yang akan dikeluarkan.
b.      model pengambilan keputusan
menyatakan bahwa konsumen akan mencari informasi yang banyak jika ia dalam situasi ketlibatan yang tinggi terhadap produk yang dicarinya atau ketika ia melaukan pemecahan masalah yang diperluas.
c.       faktor risiko produk
semakin tinggi konsumen memiliki presepsi risiko terhadap produk yang akan dibelinya, maka konsumen akan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai produk tersebut. Jika konsumen memandang diferensiasi produk tidak ada atau merek yag tersedia relatif sama, maka konsumen tidak termotivasi untuk mencari informasi lebih banyak.
d.      karakteristik konsumen
  meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen juga sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
e.       faktor situasi
  faktor situasi adalah keadaan lingkungan yanag dihadapi oleh seorang konsumen. Konsumen mungkin memiliki waktu yang terbatas sehingga ia tidak melaaukan pencarian informasi yng intensif.
D.    Proses Pembelian Konsumen
Dalam proses pembelian konsumen memiliki dua tahap, tahap pertama meliputi pencarian informasi dan penyediaan uang/dana.
1.      Mencari informasi (information contact). Konsumen akan mencari informasi mengenai produk/jasa yang dibutuhkan, merek atau toko dari berbagai sumber seperti iklan di majalah, radio, televisi, atau orang-orang disekitarnya.
2.      Penyediaan uang/dana (fund acces). Selain perlu mencari informasi mengenai produk dan merek yang akan dibeli, konsumen juga perlu mengetahui sumber dana yang digunakan untuk membeli produk tersebut. Pembelian produk umumnya menggunakan uang (cash) atau credit/debet card sebagai sarana utama pertukaran.
Pada tahap kedua, perilaku konsumen berhubungan dengan penyedia produk (produsen/pengecer), mencari produk, dan melakukan transaksi.
1.         Berhubungan dengan penyedia produk, baik produsen ataupun pengecer (store contact).
  Adanya keinginan membeli produk akan mendorong konsumen untuk mencari produsen penyedia produk ataupun pengecer atau pusat perbelanjaan serta dimana tempat produsen ataupun pengecer menjual produk tersebut. Berbagai cara dilakukan konsumen untuk menemukan produsen atau pengecer yang tepat. Selanjutnya produsen atau pengecer harus mencari lokasi yang srategis agar mudah dilihat oleh konsumen. Tidak jarang para pengelola perbelanjaan sering menyelenggarakan festival, pameran, temu bintang maupun acara hiburan lainnya untuk menarik konsumen mengunjungi mal tersebut.
2.         Mencari produk (product contact).
Setelah konsumen menemukan produsen atau pengecer beserta tempat belanja, maka selanjutnya konsumen akan mencari dan memperoleh produk yang akan dibelinya. Ia harus mencari lokasi dimana produk ditempatkan didalam toko/swalayan. Pemilik toko berkepentingan agar konsumen selalu mengunjungi tokonya. Sedangkan produsen berkepentingan untuk mempromosikan produknya agar dibeli konsumen.
3.         Proses transaksi.
Melakukan transaksi yaitu melakukan pertukaran barang dengan uang, memindahkan pemilikan barang dari toko kepada konsumen. Kenyamanan seorang konsumen berbelanja di sebuah toko bukan saja ditentukan oleh banyaknya barang yang tersedia, kemudahan memperoleh barang di dalam toko, dan daya tarik promosi dari produk tersebut, juga ditentukan oleh kenyamanan proses akhir atau transaksi berlangsung singkat, nyaman dan aman baik bagi konsumen maupun pemilik toko. Untuk mempersingkat waktu transaksi tempat pembayaran disediakan beberapa buah bahkan disediakan kasir khusus untuk jumlah barang yang sedikit.[4]





BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.   Pengambilan keputusan konsumen dapat didefinisikan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternative. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif.
2.   Langkah-Langkah Keputusan Konsumen
a.       Pengenalan Kebutuhan
b.      Waktu
c.       Perubahan Situasi
d.      Pemilikan Produk
e.       Perbedaan Individu
f.       Pengaruh Komunikasi Pemasaran
3.      Faktor- faktor yang mempengaruhi pencarian informasi
a.       Teori ekonomi informasi
b.      model pengambilan keputusan
c.       faktor risiko produk
d.      karakteristik konsumen
e.       faktor situasi
4.      Proses Pembelian Konsumen
a.       Tahap pertama: Mencari informasi (information contact) dan Penyediaan uang/dana (fund acces).
b.      Tahap kedua: penyedia produk (produsen/pengecer), mencari produk, dan melakukan transaksi.







DAFTAR PUSTAKA

Ekawati Rahayu Ningsih, Perilaku Konsumen, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010
Sumarwan, Ujang, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004
Ristiayanti Prasetijo, Perilaku Konsumen, Andi, Yogyakarta, 2005
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26463/5/Chapter%20I.pdf





[1]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26463/5/Chapter%20I.pdf

[2] Sumarwan, Ujang, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm.,49
[3]Ristiayanti Prasetijo, Perilaku Konsumen, Andi, Yogyakarta, 2005, hlm.,226-227
[4]Ekawati Rahayu Ningsih, Perilaku Konsumen, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm.,150-171