BAITUL
MAAL WATTAMWIL (BMT)
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bank dan Lembaga
Keuangan Syari’ah
Dosen
Pengampu: Dr. Ahmad Supriyadi
Disusun
Oleh :
Anifatur Rosyidah (
212113)
Khoirul Yusuf (212133)
Solihatin Nafi’ah
(212)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS JURUSAN SYARI’AH/PRODI
EKONOMI SYARI’AH
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia
menunjukkan perkembangan dan keberhasilan yang nyata. Banyak sektor – sektor
lembaga lembaga keuangan yang terwujud dalam konsep Islam yaitu lembaga
keuangan syari’ah. Seiring berkembangnya perbankan syari’ah di Indonesia,
berkembang pula lembaga keuangan mikro syari’ah dengan sarana pendukung yang
lebih lengkap. Ketersediaan infrastruktur baik berupa peraturan menteri,
keputusan menteri, SOP, SOM, IT, Jaringan dan Asosiasi serta perhatian
perbankan khususnya perbankan syari’ah mempermudah masyarakat mendirikan BMT.
Belajar dari 15 tahun perkembangan BMT, ternyata BMT yang gugur dan BMT yang
tumbuh pesat sangat dipengaruhi oleh SDM, modal kerja, system. SDM sebagai poin
pertma menjadi pondasi utama BMT. Apabila BMT berisi SDM yang memiliki
integritas tinggi, capable dibidangnya, semangat kerja dan kinjerja yang baik maka
BMT akan bergerak dan tumbuh dengan dinamis. Namun pergerakan dan pertumbuhanya
akan terhambat ketika modal kerja yang dimiliki tidak memadai.
Untuk itu perlu kiranya kita membahas tentang
pengertian BMT sampai tata cara pendirian BMT. Untuk itu ada beberapa
permasalahan yang dapat kita bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Baitul Maal Wattamwil (BMT) ?
2. Apa
dasar-dasar Baitul maal Wattamwil (BMT) ?
3. Bagaimana
tata cara pendirian Baitul maal Wattamwil (BMT) ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
BMT
Baitul maal
wattamwil (BMT) terdiri
dari dua istilah, yaitu baitul maal dan
baitul tamwil. Baitul maal lebih lebih
mengarah pada usaha – usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit,
seperti: zakat, infaq, shodaqoh.
Sedangkan baitul tamwil sebagai
usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha – usaha tersebut menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan
ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syari’ah.
Secara
kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas,
yakni menetaskan usaha kecil. Dalam prakteknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada
giliranya BMT menetaskan usaha kecil.
Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat di mana BMT itu
berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.
Peran
umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang
berdasarkan system syari’ah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip –
prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan
syari’ah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba
cukup – ilmu pengetahuan atau materi – maka BMT mempunyai tugas penting dalam
mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
B.
Dasar-dasar
(BMT)
BMT didirikan dalam bentuk KSM ( Kelompok Swadaya
Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mendapatkan
sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara
PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai
Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).
Berkenaan dengan
Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam petunjuk
Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 maret 1995 yang menetapkan bahwa bila di
suatu wilayah di mana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan baik
dan organisasinya telah teratur dengan baik, maka BMT bisa menjadi Unit Usaha
Otonom (U2O) atau Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan
bila KUD yang telah berdiri itu belum berjalan dengan baik, maka KUD yang
bersangkutan dapat dioperasikan sebagai BMT.
Penggunaan badan hukum KSM dan Koperasi untuk
BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal
yang dijelaskan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat. Menurut undang-undang, pihak yang berhak menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dioperasikan
dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Jadi BMT
adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa
al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha proktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegitan ekonomi pengusaha bawah dan kecil
dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan
1. Modal Pendirian BMT
BMT dapat didirikan dengan modal awal
sebesar Rp. 20.000.000; (dua puluh juta rupiah) atau lebih. Namun demikian,
jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan
modal Rp. 10.000.000; (sepuluh juta rupiah) bahkan Rp. 5.000.000; ( lima juta
rupiah). Modal awal ini dapat berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat
setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIZ setempat. Namun sejak awal anggota
pendiri BMT harus terdiri antara 20 samapi 44 orang. Jumlah batasan 20 sampai
44 anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.
2. Badan Hukum BMT
BMT
dapat didirikan dalam bentuk kelompok Swadaya Masyarakat atau Koperasi.
1)
KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat
dengan mendapat Surat Keterangan Operasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil).
2)
Koperasi serba usaha atau koperasi
syari’ah.
3)
Koperasi simpan pinjam syari’ah (KSP
Syari’ah)
3. Tahap
Pendirian BMT
Adapun tahap – tahap yang perlu dilakukan
dalam pendirian BMT adalah sebagai berikut:
1)
Pemrakarsa membentuk panitia Penyiapan
Pendirian BMT (P3B) di lokasi tertentu, seperti masjid, pesantren, desa miskin,
kelurahan, kecamatan atau lainya.
2)
P3B mencari modal awal atau modal
perangsang sebesar Rp5.000.000; sampai Rp.10.000.000; atau lebih besar mencapai
Rp.20.000.000; untuk segera memulai langkah operasional. Modal awal ini dapat
berasal perorangan, lembaga, yayasan, BAZIZ, Pemda atau sumber – sumber lainya.
3)
Atau langsung mencari pemodal – pemodal
pendiri dari sekitar 20 sampai 44 orang di kawasan itu utnuk mendapatkan dana
urunan hingga mencapai jumlah Rp.20.000.00; atau minimal Rp.5.000.000;.
4)
Jika calaon pemodal telah ada maka
dipilih pengurus yang ramping (3 samapai 5 0rang) yang akan mewakili pendiri
dalam mengerahkan kebijakan BMT.
5)
Melatih 3 calon pengelola (minimal
pendidikan D3 dan lebih baik S1) dengan menghubungi Pusdiklat PINBUK Propinsi
atau Kab/Kota.
6)
Melaksanakan persiapan – persiapan
sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan.
7)
Menjalankan bisnis operasi BMT secara
professional dan sehat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Pengertian BMT
Baitul
maal wattamwil (BMT)
terdiri dari dua istilah, yaitu baitul
maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih lebih mengarah pada usaha – usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti: zakat, infaq, shodaqoh.
Sedangkan baitul tamwil sebagai
usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha – usaha tersebut menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan
ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syari’ah
2. Dasar-dasar (BMT)
BMT didirikan dalam bentuk KSM ( Kelompok Swadaya
Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mendapatkan
sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara
PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai
Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).
3.
Mendirikan
BMT
a. Modal
Pendirian BMT
b. Badan
Hukum BMT
c. Tahap
Pendirian BMT
DAFTAR
PUSTAKA
Azis, Abdul, dan Mariyah, ulfah, Kapita Selekta Ekonomi
Islam Kontemporer Bandung: Alfabeta, 2010
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial – Ekonomi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 1999.